RINGKASAN SENGSARA MEMBAWA NIKMAT

JUDUL              : SENGSARA MEMBAWA NIKMAT
JENIS                : FIKSI
PENGARANG  : TULIS SUTAN SATI
PENERBIT        : BALAI PUSTAKA
TERBIT             : JAKARTA, 2004
TEBAL BUKU  : 204 HALAMAN

A. RINGKASAN
             Seorang pemuda bernama Kacak, karena merasa Mamaknya adalah seorang Kepala Desa yang dikuti, selalu bertingkah angkuh dan sombong. Dia suka ingin menang sendiri. Kacak paling tidak senang melihat orang bahagia atau yang melebihi dirinya. Kacak kurang disukai orang-orang kampungnya karena sifatnya yang demikian. Beda dengan Midun, walaupun anak orang miskin, namun sangat disukai oleh orang-orang kampungnya. Sebab Midun mempunyai perangai yang baik, sopan, taat agama, ramah serta pintar silat. Midun tidak sombong seperti Kacak. Karena Midun banyak disukai orang, maka Kacak begitu iri dan dengki pada Midun. Kacak sangat benci pada Midun. Sering dia mencari kesempatan untuk bisa mencelakakan Midun, namun tidak pernah berhasil. Dia sering mencari garagara agar Midun marah padanya, namun Midun tak pernah mau menanggapinya. Midun selalu menghindar ketika diajak Kacak untuk berkelahi. Midun bukan takut kalah dalam berkelahi dengan Kacak, karena dia tidak senang berkelahi saja. Ilmu silat yang dia miliki dari hasil belajarnya pada Haji Abbas bukan untuk dipergunakan berkelahi dan mencari musuh tapi untuk membela diri dan mencari teman. Suatu hari istri Kacak terjatuh dalam sungai. Dia hampir lenyap dibawa arus. Untung waktu itu Midun sedang berada dekat tempat kejadian itu. Midun dengan sigap menolong istri Kacak itu. Istri Kacak selamat berkat pertolongan Midun. Kacak malah balik menuduh Midun bahwa Midun hendak memperkosa istrinya. Air susu dibalas dengan air tuba. Begitulah Kacak berterima kasih pada Midun. Waktu itu Midun menanggapi tantangan itu. Dalam perkelahian itu Midun yang menang. Karena kalah, Kacak menjadi semakin marah pada Midun. Kacak melaporkan semuanya pada Tuanku Laras. Kacak memfitnah Midun waktu itu, rupanya Tuanku Laras percaya dengan tuduhan Kacak itu. Midun mendapat hukuman dari Tuanku Laras. Midun diganjar hukuman oleh Tuanku Laras, yaitu harus bekerja di rumah Tuanku Laras tanpa mendapat gaji. Sedangkan orang yang ditugaskan oleh Tuanku Laras untuk mengwasi Midun selama menjalani hukuman itu adalah Kacak. Mendapat tugas itu, Kacak demikian bahagia. Kacak memanfaatkan untuk menyiksa Midun. Hampir tiap hari Midun diperlakukan secara kasar. Pukulan dan tendangan Kacak hampir tiap hari menghantam Midun. Juga segala macam kata-kata hinaan dari Kacak tiap hari mampir di telinga Midun. Namun semua perlakuan itu Midun terima dengan penuh kepasrahan. Walaupun Midun telah mendapat hukuman dari Mamaknya itu, namun Kacak rupanya belum puas juga. Dia belum puas sebab Midun masih dengan bebas berkeliaran di kampung utu. Dia tidak rela dan ikhlas kalau Midun masih berada di kampung itu. Kalau Midun masih berada di kampung mereka, itu berarti masih menjadi semacam penghalang utama bagi Kacak untuk bisa berbuat seenaknya di kampung itu. Untuk itulah dia hendak melenyapkan Midun dari kampung mereka untuk selama-lamanya. Untuk melaksanakan niatnya itu, Kacak membayar beberapa orang pembunuh bayaran untuk melenyapkan Midun. Usaha untuk melenyapkan Midun itu mereka laksanakan ketika di kampung itu diadakan suatu perlombaan kuda. Sewaktu Midun dan Maun sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir gelanggang pacuan kuda itu, orang-orang sewaan Kacak itu menyerang Midun dengan sebelah Midun pisau. Tapi untung Midun berhasil mengelaknya. Namun perkelahian antar mereka tidak bisa dihindari. Maka terjadilah keributan di dalam acar pacuan kuda itu. Perkelahian itu berhenti ketika polisi datang. Midun dan Maun langsung ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Setelah diperiksa, Maun dibebaskan. Sedangkan Midun dinyatakan bersalah dan wajib mendekam dalam penjara. Mendengar kabar itu, waduuh betapa senangnya hati Kacak. Dengan Midun masuk penjara, maka dia bisa dengan bebas berbuat di kampung itu tanpa ada orang yang berani menjadi penghalangnya. Selama di penjara itu, Midun mengalami berbagai siksaan. Dia di siksa oleh Para sipir penjara ataupun oleh Para tahanan yang ada dalam penjara itu. Para tahanan itu baru tidak berani mengganggu Midun ketika Midun suatu hari ber¬hasil mengalahkan si jago Para tahanan. Karena yang paling dianggap jago oleh Para tahanan itu kalah, mereka kemudian pada takut dengan Midun. Midun sejak itu sangat dihormati oleh para tahanan lainnya. Midun menjadi sahabat mereka.            Suatu hari, ketika Midun sedang bertugas menyapu jalan, Midun Melihat. seorang wanita cantik sedang duduk duduk melamun di bawah pohon kenari. Ketika gadis itu pergi, ternyata kalung yang dikenakan gadis itu tertinggal di bawah pohon itu. Kalung itu kemudian dikembalikan oleh Midun ke rumah si gadis. Betapa senang hati gadis itu. Gadis itu sampai jatuh hati sama Midun. Midun juga temyata jatuh hati juga sama si gadis. Nama gadis itu adalah Halimah. Setelah pertemuan itu, mereka berdua saling bertemu dekat jalan dulu itu. Mereka saling cerita pengalaman hidup, Halimah bercerita bahwa dia tinggal dengan seorang ayah tiri. Dia merasa tidak bebas tinggal dengan ayah tirinya. Dia hendak pergi dari rumah. Dia sangat mengharapkan suatu saat dia bisa tinggal dengan ayahnya yang waktu itu tinggal di Bogor. Keluar dari penjara, Midun membawa lari Halimah dari rumah ayah tirinya itu. Usaha Midun itu dibantu oleh Pak Karto seorang sipir penjara yang baik hati. Midun membawa Halimah ke Bogor ke rumah orang tua Halimah. Ayah Halimah orangnya baik. Dia sangat senang kalau Midun bersedia tinggal bersama mereka. Kurang lebih dua bulan Midun bersama ayah Halimah. Midun merasa tidak enak selama tinggal dengan keluarga Halimah itu hanya tinggal makan minum saja. Dia mulai hendak mencari penghasilan. Dia kemudian pergi ke Jakarta mencari kerja. Dalam Perjalanan ke Jakarta. Midun berkenalan dengan saudagar kaya keturunan arab. Nama saudagar ini sebenarnya seorang rentenir. Dengan tanpa pikiran yang jelek-jelek, Midun mau menerima uang pinjaman Syehk itu. Sesuai dengan saran Syehk itu, Midun membuka usaha dagang di Jakarta. Usaha Midun makin lama makin besar. Usahanya maju pesat. Melihat kemajuan usaha dagang yang dijalani Midun, rupanya membuat Syehk Abdullah Al-Hadramut iri hati. Dia menagih hutangnya Midun dengan jumlah yang jauh sekali dari jumlah pinjaman Midun. Tentu saja Midun tidak bersedia membayarnya dengan jumlah yang berlipat lipat itu. Setelah gagal mendesak Midun dengan cara demikian, rupanya Syehk menagih dengan cara lain. Dia bersedia uangnya tidak di¬bayar atau dianggap lunas, asal Midun bersedia menyerahkan Halimah untuk dia jadikan sebagai istrinya. Jelas tawaran itu membuat Midun marah besar pada Syehk . Halimah juga sangat marah pada Syehk. Karena gagal lagi akhirnya Syehk mengajukan Midun ke meja hijau. Midun diadili dengan tuntutan hutang. Dalam persidangan itu Midun dinyatakan bersalah oleh pihak pengadilan. Midun masuk penjara lagi. Di hari Midun bebas itu, Midun jalan jalan dulu ke Pasar Baru. Sampai di pasar itu, tiba tiba Midun melihat suatu keributan. Ada seorang pribumi sedang mengamuk menyerang seorang Sinyo Belanda. Tanpa pikir panjang Midun yang suka menolong orang itu, langsung menyelamatkan Si Sinyo Belanda.itu. Sinyo Belanda itu sangat berterima kasih pada Midun yang telah menyelamatkan nyawanya itu. Oleh Sinyo Belanda itu, Midun kemudian diperkenalkan kepada orang tua Sinyo itu. Orang tua Sinyo Belanda itu ternyata seorang Kepala Komisaris, yang dikenal sebagai Tuan Hoofdcommissaris. Sebagai ucapan terima kasihnya pada Midun yang telah menyelamatkan anaknya itu, Midun langsung diberinya pekerjaan. Pekerjaan Midun sebagai seorang juru Tulis. Setelah mendapat pekerjaan itu, Midun pun melamar Halimah. Dan mereka pun menikah di Bogor di rumah orang tua Halimah. Prestasi kerja Midun begitu baik di mata pimpinannya. Midun kemudian diangkat menjadi Kepala Mantri Polisi di Tanjung Priok. Dia langsung ditu¬gaskan menumpas para penyeludup di Medan. Selama di Medan itu, Midun, bertemu dengan adiknya, yaitu Manjau. Manjau bercerita banyak tentang kampung halamannya. Midun begitu sedih rnendengar kabar keluarganya di kampung yang hidup menderita. Oleh karena itu ketika dia pulang ke Jakarta, Midun langsung minta ditugaskan di Kampung halamannya. Permintaan Midun itu dipenuhi oleh pimpinannya. Kepulangan Midun ke kampung halamannya itu membuat Kacak sangat gelisah. Kacak waktu itu sudah menjadi penghulu di kampung rnereka. Kacak menjadi gelisah sebab dia takut perbuatannya yang telah menggelap¬kan kas negara itu akan terbongkar. Dan dia yakin Midun akan berhasil rnembongkar perbuatan jeleknya itu. Tidak, lama kemudian, memang Kacak ditangkap. Dia terbukti telah menggelapkan uang kas negara yang ada di desa mereka. Akibatnya Kacak masuk penjara atas perbuatannva itu. Sedangkan Midun hidup berbahagia bersama istri dan seluruh keluarga¬nya di kampung.

B. TEMA
          Perjuangan seorang tokoh bernama Midun yang berasal dari keluarga sederhana di kampung Minangkabau untuk merubah nasibnya yang penuh dengan kesengsaraan dalam menjalani hidupnya, hingga akhirnya sebuah kenikmatan didapatkannya.

C. TOKO
1. Midun
2. Kacak 
3. Haji Abbas 
4. Halimah 
5. Pak Midun 
6. Maun 
7. Tuanku Laras 
8. Manjau 
9. Syekh Abdullah Al-Hadramut 
10. Tuan Hoofdcommissaris

D. WATAK 
1. Midun

  • Sopan santun

           Kalimat pembuktian : ”Budi pekertinya sopan santun kepada siapa pun” (hal 12)

  • Tabah
 Kalimat pembuktian : ”Janganlah terlalu amat menyiksa saya, Engku Muda! Kesalahan saya tidak seberapa, tidak berpandanan dengan siksaan yang saya tanggung” (hal 44) 
2. Kacak


  • Pemarah

          Kalimat pembuktian : ”Sekonyong-konyong merah padam mukanya” (hal 17)

  • Sombong

          Kalimat pembuktian : ”Berapa kepandaianmu, saya lebih tinggi daripada engkau” (hal 15)

     3.  Haji Abbas

  • Bijaksana

          Kalimat pembuktian   : ”Kalau ada temanmu yang sehati dengan engkau” (hal 53)

  • Pemberani

         Kalimat pembuktian: ”Rupanya waktu ma atang berkelahi dengan pendekar sultan, jelas bahwa            ma atang hendak membunuh lawannya” (hal 61)

    4. Halimah

  • Cantik

          Kalimat Pembuktian: ”Sungguh cantik dan elok rupanya, sukar didapat, mahal dicari” (hal 109)

  • Pandai

           Kalimat pembuktian: ”Sungguh pandai adinda menahan hati” (hal 141)

    5. Pak Midun

  • Arif

          Kalimat Pembuktian: ”Sungguhpun ayah Midun orang peladang tetapi sudah luas                                 pengetahuannya” (hal 21)

  • Ramah

         Kalimat pembuktian: “Pendekar Sultan di persinggah oleh Pak Midun dengan murid-muridnya            ke rumahnya” (hal 22)

    6. Maun


  • Baik

           Kalimat pembuktian: “Kau jangang khawatir Midun, aku akan menjaga bapakmu, aku akan                 sering-sering melihat bapakmu. Kita sudah seperti kakak beradik” (hal 116)

    7. Tuanku Laras

  • Tegas

          Kalimat pembuktian: “Seorang Kepala Kampung yang sangat kaya. Dia sangat ditakuti dan                 disegani dikampungnya” (hal 50)

    8. Manjau


  • Baik

           Kalimat pembuktian: “ Ndak do, tak boleh begitu” (hal 79)

    9. Syekh Abdullah Al-Hadramut

  • Jahat

          Kalimat pembuktian: “Saudagar kaya keturunan Arab. Hatinya kurang baik. Dia terkenal                     sebagai seorang rentenir” (hal 181)
   
   10. Tuan Hoofdcommissaris

  • Baik

          Kalimat pembuktian: “Seorang kompeni dengan jabatan sebagai Kepala Komisaris. Dia                       mempunyai hati yang baik” (hal 190)

E. LATAR
     1. Waktu
         a. Waktu asar
             Kalimat pembuktian: ”Waktu asar sudah tiba” (hal 9)
         b. Hari ahad pagi-pagi
             Kalimat pembuktian: ”Hari ahad pagi-pagi,Midun sudah memikul tongkat pengirik padi ke                  sawah” (hal 27)
          c. Malam hari
              Kalimat pembuktian: ”Sekali peristiwa pada suatu petang Midun pergi ke sungai hendak                      mandi” (hal 43)
          d. Waktu maghrib
              Kalimat pembuktian: ”Rasakan dicabutnya hari menanti waktu maghrib  habis,karena itu                     anaknya pulang makan” (hal 28)
           e. Hari petang
               Kalimat pembuktian: ”Amat cerah hari petang itu” (hal 9)
       2. Suasana
           a. Tegang, takut
               Kalimat pembuktian: “Amboi, bunyi yang kami takutkan itu, kiranya “Cempedak hutan”                      yang baru jatuh…., mereka itu berjeritan dan bersiap hendak lari, tetapi kaki mereka itu tak                  dapat lagi diangkatnya, sebab sudah kaku karena ketakutan” (hal 19)
            b. Sedih
                Kalimat pembuktian: “Permintaan itu dikabulkan oleh mereka itu. Pak Midun berkata                          dengan air mata berlinang-linang, katanya, “baik-baik engkau di negeri orang, Midun” (hal                   83)
            c. Bahagia
                Kalimat pembuktian: “Mendengar perkataan itu hampir tidak dapat Midun menjawab,                           karena sangat girang hatinya mendengar kabar itu” (hal 117)
             d. Kepanasan
                 Kalimat pembuktian: “Hari amat panas,angin berhembus lunak lembut” (hal 145)
              e. Senang
                  Kalimat pembuktian: “Terima kasih banyak tuan,ujar midun dengan girang” (hal 186)
           3. Tempat
               a. Surau
                   Kalimat pembuktian : “Ia telah menjadi guru tua(pembantu)di surau” (hal 11)
                b. Kampong
                    Kalimat pembuktian: ”Sudah itu maksudnya hendak terus pulang ke kampung (hal 75)
                 c. Di pacuan kuda
                    Kalimat pembuktian: ”Dengan tidak diketahui mereka kedua, sampailah ke pacuan                               kuda (hal 78)
                 d. Padang
                     Kalimat pembuktian: ”Oleh sebab itu tadi saya mohonkan kepada supir, supaya engkau                        tidak dibelenggu ke padang” (hal 86)
                  e. Bogor
                     Kalimat pembuktian: ”Saya berharap jika udo ada belas kasihan kepada saya, tolonglah                        saya antarkan ke betawi, kepada bapak saya di bogor” (hal 119)

F. NILAI
    1. Moral
        a. Baik budi
            Kalimat pembuktian: ”sungguh amat baik benar budi bahasa orang  belanda  itu” (hal 133)
        b. Memberikan uang
            Kalimat pembuktian: ”perempuan itu memberikan uang kepada midun”  (hal  108)
        c. Beriba hati
            Kalimat pembuktian : ”ujar halimah yang beriba hati” (hal 110)
        d. Perkataan tidak senonoh
            Kalimat pembuktian: ”hai anjing,berani engkau menggantikan tempat  duduk saya?,ayuh                     pergi” (hal 980)
         e. Ingin membunuh
             Kalimat pembuktian: ”ia dapat berlaku akan membinasakan kita” (hal  78)
         f. Berkelahi
             Kalimat pembuktian: ”polisi bekerja keras untuk memadamkan  perkelahian itu” (hal 81)
2. Budaya
a. Berkasidah 
Kalimat pembuktian: ”Terdengar suara orang berkasidah (bernyanyi cara arab) yang hampir dilakukan setiap hari” (hal 9)
           b. Kenduri
               Kalimat pembuktian: ”Begini maun!waktu kenduri di mesjid tempo hari, bukankah engkau                  duduk dengan saya” (hal 10)
            c. Tolong menolong
                Kalimat pembuktian: ”Sudah umum pada orang kampong itu, manakala ada pekerjaaan                        berat suka bertolong-tolongan” (hal 11)
3. Sosial 
       Bahwa nasib seseorang bisa berubah, jika seseorang tersebut mau berusaha, bekerja keras, sabar dan berdoa. Walaupun seseorang tersebut dari kalangan bawah, yang tidak berpendidikan dan berasal dari kalangan yang tidak mampu. Seseorang tersebut dapat berpeluang menjadi orang yang sukses dikemudian hari. Seperti dalam kutipan “Saya sudah berjanji dengan diri saya, dikalau saya lepas dari hukuman, akan tinggal mencari penghidupan di Padang. Kalau tak dapat di Padang, dimanapun jua, asal dapat mencari rizki untuk sesuap pagi dan sesuap petang” (hal 121)

G. KEUNGGULAN
           Novel ini merangkum cerita dengan suasana adat yang membuka mata pembaca untuk melihat kehidupan Minangkabau. Cerita yang disajikan tidak bersifat imajinatif dan detail disertai dengan beberapa gambar hitam-putih. Alur dari bab ke bab selalu konsisten sehingga dapat menangkap isi dengan cepat. Dari lembaran ke lembaran selalu membuat pembaca penasaran dengan kelanjutannya. Watak para tokoh banyak yang menggambarkan kebaikan dan temanya pun sesuai, setelah membaca novel ini, banyak pesan atau amanat yang dapat diambil.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RINGKASAN HULUBALANG RAJA

RINGKASAN ACHMAD YANI TUMBAL REVOLUSI

KODE DISKON RUANG GURU: MAYAA8QGN9PL7XUT